Salah satu Contoh bahan hasil dongkel atau galian yang akhirnya harus mati....
Usia 7 tahun
Blog Informasi Pembibitan,Pembuatan dan Perawatan Bonsai Kelapa Mini
Kelapa pun mudah dibudidayakan.
Bahkan kemudahan membudidayakan kelapa ini ternyata menjadi peluang bisnis yang cukup menguntungkan. Cuma, budidaya tanaman ini tak mesti harus menumbuhkannya sampai setinggi belasan meter. Ada peluang yang lebih menguntungkan dengan membudidayakan tanaman ini dalam bentuk kerdil alias bonsai.
Lantaran bentuknya yang kerdil ini, kelapa bonsai ini malah memiliki nilai nilai jual cukup tinggi dibanding bibit normalnya. Bentuknya yang mungil dan cenderung gemuk ke samping menjadikan pohon ini lebih unik. Bahkan semakin unik bentuk kelapa bonsai, semakin tinggi harga jualnya.
Apalagi, dari tahun ke tahun, penggemar kelapa bonsai ternyata terus meningkat. Hebatnya, jenis tanaman hias ini relatif tak terpengaruh oleh tren naik turun tanaman hias jenis anthurium, aglaonema, maupun adenium. Permintaan tiga jenis tanaman ini bisa sewaktu-waktu meledak. Tapi, juga bisa anjlok seketika.
Untuk tanaman bonsai, bisa saja penggemar yang sudah terpikat pada bentuk dan keunikan tanaman ini rela mengeluarkan jutaan rupiah hanya untuk mendapatkannya. Dengan kata lain, bisnis bonsaiselalu menguntungkan dan tidak pernah ada matinya.
Tengok saja usaha budidaya kelapa bonsai di Coco Bonsai. Sejak berdiri pada 1996 silam, usaha kelapa bonsai ini terus berkembang. Salah satu sebabnya, tak banyak pemain bonsai menggarap jenis tanaman ini. “Kebanyakan bonsai berasal dari tanaman keras seperti beringin, amplas, atau kawista,” kata Setio Utomo, pemilik Coco Bonsai. Padahal, kelapa bonsai juga memiliki bentuk yang unik. Bibit buah kelapanya masih terlihat di luar. Batang dan akar juga bisa dibentuk sesuai kreativitas pembuatnya.
Menurut Setio, meskipun hanya menjual satu jenis tanaman bonsai, namun usahanya tak pernah sepi pembeli. Sekarang, ia sudah mempunyai pangsa pasar tak cuma di Jabodetabek, tapi juga ke berbagai kota di Indonesia, bahkan luar negeri. “Saya punya pembeli dari Maroko, Jepang, Amerika Serikat, dan Perancis,” katanya. Untuk peminat dari luar negeri, biasanya, Setio tidak mengirim langsung. Pembeli datang dan langsung bertransaksi. Setiap transaksi, minimal mereka mengambil 300 tanaman.
Butuh modal kecil
Kelapa bonsai ini bahan bakunya bisa menggunakan berbagai jenis tanaman kelapa. Termasuk kelapa hibrida, gading, dan genjah. “Kelapa gading paling mudah dibonsai. Soalnya, bentuk tanamannya memang sudah kecil sejak awal,” jelas Setio.
Keragaman jenis ini tidak akan mempengaruhi harga jual. Setio mengaku menjual kelapa bonsai mulai dari Rp 300.000 hingga jutaan rupiah per pohon. Ia menjual tanaman kelapa bonsai rata-rata saat berumur di atas tiga tahun dengan ketinggian di bawah 50 sentimeter. “Semakin pendek tanaman dan semakin unik bentuknya, harga semakin mahal,” tutur Setio.
Untuk memulai bisnis kelapa bonsai ini, menurut Setio, tidaklah susah. Maklum, cara budidayanya tidak sulit. Soalnya, pohon kelapa bisa tumbuh di mana saja. Selain itu, modal yang diperlukan juga tidak besar. “Budidaya bonsai hanya butuh ketelatenan dalam perawatannya," tambah Setio.
Bicara proses pembuatan, kata Setio, yang dibutuhkan hanyalah pupuk, pot, peralatan berkebun, dan bibit tanaman kelapa. Untuk bibit, buah kelapa harus benar-benar tua. “Anda bisa mendapatkan buah kelapa di pasar-pasar dengan harga Rp 5.000 per biji,” katanya. Bahkan, saat pertama kali memulai usaha ini, Setio mengaku mendapatkan bibit kelapa yang bakal ia bonsai dari lingkungan sekitar tempat tinggalnya.
Berawal dari hanya menggunakan teras di rumah, saat ini Setio sudah mempunyai lahan seluas sekitar 2.200 meter persegi untuk budidaya bonsai kelapa ini. Di lahan ini, ia mempunyai sekitar 3.000 tanaman kelapa bonsai. Semua ia budayakan dengan sistem pot.
Setiap bulan, Setio mengaku menjual minimal 200 tanaman. Saat permintaan membludak, ia menggandeng mitra binaan di berbagai daerah, seperti di Malang, Purwokerto, dan Yogyakarta untuk memasok. “Ada 12 mitra binaan. Sebagian besar di Malang ” katanya.
Saat ini, Setio berusaha memperluas pasar penjualannya. Biasanya, ia mengikuti berbagai ekspo tanaman hias. Ia juga memajang tanamannya di Dinas Pertanian DKI Jakarta sekaligus sebagai wahana promosi. (Adi Wikanto/Kontan)
Sumber : Kompas.com
Langkah pertama dimulai dengan memilih bibit yang baik, yaitu bibit yang benar-benar tua, akan lebih baik jika buah tersebut tua di pohon, karena dapat dipastikan bibit akan mempunyai persentase hidup lebih tinggi. Dalam hal ini, jenis kelapa yang saya pilih adalah kelapa yang buahnya kecil, diantaranya jenis kelapa gading dan hibrida. Alasan memilih kelapa yang jenisnya kecil adalah lebih cepat tumbuh, sehingga mempercepat proses pembuatannya, selain dari segi estetika tempurung kelapa yang kecil lebih bagus dan indah. Langkah kedua, Bibit kelapa yang sudah dipilih dipangkas sedikit ujungnya dengan pisau atau gergaji. Hati-hati, jangan terlalu dalam memotongnya, karena akan mengenai tunas baru. Lebih baik dilakukan sedikit-sedikit. Fungsi pemotongan ini adalah agar jika disiram, air mudah meresap, sehingga tunas dapat tumbuh dengan cepat. Setelah itu, bibit diletakkan didaerah yang basah, usahakan setiap hari disiram, minimal 1x, lebih sering lebih baik. posisikan kelapa sesuai rencana pembentukan . Jika menghadap keatas, maka posisi tempurung akan berada dibawah tumbuhnya tunas dan akan terikat calon akar, jika ditaruh miring (horizontal), posisi tempurung akan ada disamping bakal pohon. Terserah anda, menginginkan bentuk seperti apa. Siram bibit sampai muncul beberapa helai dahan. Langkah ketiga, Jika sudah dirasa siap tanam (kira-kira sudah tumbuh 2-3 cm), boleh ditanam di pot atau wadah lainnya yang dirasa bisa dipakai sebagai tempat. Media tanam bisa memakai tanah yang mengandung humus, bisa dicampur pupuk kandang atau sejenisnya. Proses selanjutnya memulai membentuk bonsai. Jika tumbuh satu kuncup daun, bagian yang membungkus kuncup daun tersebut (pembungkus adalah berasal dari kuncup yang lebih tua), disayap pelan-pelan dengan cutter atau pisau. Sesuaikan ukuran dan ketajaman pisau dengan ukuran tanaman. Tujuan penyayatan ini adalah agar daun tidak tumbuh menjulur besar dan menjulang, tetapi sebaliknya dapat tumbuh kecil dan melengkung seperti tanaman yang sudah tua. Ini adalah hal yang utama dalam pembuatan bonsai kelapa. Lakukan hal ini sesering mungkin, bisa 2-3 hari sekali. Hati-hati, kuncup yang masih muda sangat mudah patah, jika patah resikonya adalah membusuknya tunas dan akhirnya mati. Hal ini tetap dilakukan selamanya, jika tidak dilakukan maka tanaman tetap akan kembali ke bentuk dasarnya yang menjulang dan besar. Langkah keempat, Setelah tanaman kira-kira berumur 3-4 bulan dan akarnya sudah lumayan kuat, sedikit demi sedikit, sabut kelapa bisa dibersihkan / dikelupas. Tentunya harus hati-hati karena resiko terpotongnya akar. Jika dirasa sudah bersih, boleh sedikit di poles agar tempurung kelihatan indah. Langkah kelima, Perawatan dan pemberantasan penyakit. Perawatan keseharian adalah menyiram minimal 1x sehari, lebih sering lebih baik, asal tidak sampai terjadi penggenangan air di pot, karena bisa membusukkan akar. Pemupukan bisa 3-4 bulan sekali dengan pupuk kandang atau jenis pupuk buatan yang lainnya (misalnya urea tablet). Saran saya lebih baik pupuk alami, karena dapat bertahan lama dan tanah tidak menjadi keras. Hama yang biasa timbul adalah semut. Kehadiran semut bisa merusak calon daun baru maupun yang sudah tua. Tanaman akan terhambat pertumbuhannya, dan jika dibiarkan akan mati. Pembasmian bisa dengan insektisida atau di beri kapur semut. |
The first step begins with choosing a good seed. Ideal seed for bonsai type palm should be really old (from a ripe fruit), it would be even better, if the fruit came from an old tree, because then, some varieties have a higher percentage of survival In this case, the type of coconut that is usually chosen for Bonsai Kelapa should be from small fruit (and thus quite small seed)... The reason for choosing a small coconut is more rapid growth that speeds up the whole bonsai process, as well as the aesthetic aspect of a small coconut shell, which is much more beautiful than large seeds. In the second step, trim the ends (back parts) of the seed with a knife or saw, but be careful not to hit the endosperm. The function of this cutting step is, that the seed can absorb water faster and then the shoots can grow much faster as well. After this is done, place the seeds in humid conditions and sprinkle it every day with water at least once (more times a day is even much better). Then the whole positioning and future Bonsai Kelapa plan begins, it is important, because once the seed starts shooting, it will be too late to change its position. If the seed faces upwards, then the plant will be located above the shell and growth of shoots and roots of the candidates will be limited. If it’s put horizontally, the position of the shell will have a tree next to the candidate seed. Third step - If you think that the planting is well done (plant has grown 2-3cm), you can transfer it to a pot or any place that can be used for potting. Soil needs to be high in humus and can be mixed with poultry manure. The next step is shaping the bonsai, immediately as the new leaf bud emerges. The older leaves that cover the new buds should be removed (gently) with a cutter or a knife. Cutters and knives sizes must suitable; according to the size of the plant. Trimming the leaves prevents the leaves from growing large and bloomy but makes the leaves grow curvy and small (or wrinkle) like naturally old. This is the most vital step. Do this as often as possible, approximately once in every 2-3 days. Be extra careful when handling the new buds as it is easily broken and the risk is that the buds can easily get infected, rotten and die out. These steps need to be carried out from time to time. Failure to do so makes the plant return to its original shape, growing large and bloomy. Step three, if it is already ready for planting (approximately 2-3 cm is growing), can be planted in a pot or other container that can be used as it is the place. Media planting can use the land that contains humus, can be mixed with manure or the like. The process then start bonsai form. If you grow one leaf bud, the bud is wrapped up in leaves (wrapper is derived from the bud that are older), disayap slowly with a cutter or knife. Adjust the size and sharpness of a knife with the size of the plant. Penyayatan this goal is to ensure that leaves do not grow big stick and rise, but can grow small and curved like the old plant. This is the main in the making of bonsai. Do this as often as possible, can be 2-3 days once. Be careful, young bud is easily broken, fracture risk is if the shoot membusuknya and eventually die. This is still done forever, if not done then the plant will be back to basically form a tower and large. Fourth Step – For plants that reach the age of 3-4 months, and as its root system grows well and strong, the coconut husk can now be cleaned and ripped off. Extra care need to be done to prevent from cutting off the roots. The coconut shell can be polished to give a nice shiny look. Fifth Step – Caring and preventing diseases. Watering once a day is minimally sufficient although can be done frequently. Avoid flooding the pot and make the water covering (trap) it as it can make the roots rot. Fertilize it using poultry manure or synthetic fertilizers. Organic fertilizers are advisable. Ants and bugs can appear sometimes and can damage the new and even the old leaves. Plant may get stunted and may not grow well and die. Insecticides can be used to prevent insect infestation. |
Bonsai yang indah atau bagus itu yang bagaimana? Pertanyaan sederhana ini cukup panjang jawabannya. Namun secara garis besar dapat dikatakan, bahwa bagaimanapun bentuk bonsai, harus mengikuti hukum alam. Itulah sebetulnya yang dimaksudkan bahwa pecinta bonsai itu harus paham ilmu botani.
Hal itu dikatakan Robert Steven, seniman bonsai internasional yang sengaja hadir di Sidoarjo beberapa waktu yang lalu (15/12) dalam acara Forum Diskusi Seni Bonsai Indonesia (FDSBI) bekerjasama dengan Persatuan Penggemar Bonsai Indonesia (PPBI) Cabang Sidoarjo. Diskusi yang berlangsung di kebun Sulistyosidhi di Gedangan, itu dihadiri oleh hampir 200 penggemar bonsai dari Surabaya, Malang, Probolinggo, Lumajang, Bangkalan, Pamekasan, Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung, bahkan meluas hingga Blora dan Wonogiri.
Mengapa bonsai yang bagus harus tetap mengacu pada hukum alam? Dijawab sendiri oleh Robert, bahwsanya semua gaya pohon di alam pasti punya alasan tersendiri mengapa sampai memiliki bentuk tertentu. Ironisnya, bagi penggemar bonsai justri banyak yang memberikan alasan terhadap gaya tertentu dan dari bonsainya, dan bukan menjelaskan estetikanya.
Pada dasarnya, bentuk atau gaya pohon di alam tergantung dari:
Pertama, spesiesnya sendiri. Pohon kapuk misalnya, punya gaya sendiri yang beda dengan beringin, akasia atau asem misalnya. Itu sebabnya morfologi setiap jenis pohon harus dikuasai oleh penggemar bonsai.
Kedua, kondisi dimana pohon itu tumbuh. Hukum alam mengatakan, bahwa akar cenderung menjulur mencari air, daun mencari sinar matahari, sehingga dapat mempengaruhi bentuk pohon. Habitat pohon yang tumbuh di batu, tebing, sungai, pantai dan sebagainya, secara alami akan menentukan gayanya sendiri, meskipun dari jenis pohonnya sama.
Ketiga, atmosferi effect, yaitu pengaruh iklim, gangguan alam dan sebagainya. Misalnya angin bertiup terus menerus seperti di Capetown, Afrika, misalnya, maka nyaris semua bentuk pohonnya cenderung bergaya windswept. Atau kalau pohon di alam itu sering ditebang manusia, disambar petir atau mendapatkan gangguan alam yang lain. Seperti misalnya pinus di Quanshan, dataran tinggi bersalju, memiliki bentuk yang berbeda dengan jenis pinus yang sama namum tumbuh di dataran yang berbeda.
Jadi, bonsai dapat disebut indah manakala mengandung tiga syarat:
Syarat pertama, indah secara estetika. Ini memang relatif, banyak teori yang menerangkan tentang keindahan. Meskipun, sebagai karya seni ada yang berpendapat tidak harus indah. Yang penting maknanya. Hanya saja, untuk bonsai tetap harus ada syarat indah. Ini syarat minimal. Apa yang disebut dalam literatur bisa saja memang benar namun belum tentu betul.
Syarat kedua, bonsai itu bisa bercerita sendiri dimana habitat tumbuhnya. Bahwa pohon yang tumbuh di tebing, tentu berbeda dengan yang tumbuh di pantai. Hanya dengan melihat bentuk atau gaya bonsai, kita sudah bisa memperkirakan kira-kira habitat seperti apa yang menjadi tempat tumbuh pohon yang dibonsaikan itu.
Syarat ketiga, karena bonsai adalah karya seni, maka arus ada pesan atau makna yang ingin disampaikan oleh senimannya. Kita tentunya ingin mengatakan sesuatu kepada peniikmat, kira-kira makna atau pesan apa yang hendak dikatakan dengan membuat bentuk atau gaya bonsai tersebut.
Syarat pertama, mengenai keindahan, merupakan syarat minimal yang harus dipenuhi untuk dapat disebut sebagai bonsai yang indah. Tanpa memenuhi dua syarat yang lainnya, itu saja sudah cukup. Tapi kalau ketiga syarat itu dapat dipenuhi, tentu akan lebih bagus. Bonsai dapat diisebut indah kalau ketiga syarat itu bisa terintegrasi sehingga secara keseluruhan bonsai bisa bicara.
Pada dasarnya, pohon dapat tumbuh baik di alam manakala tersedia air, sinar matahari dan ruang. Karena itu tak ada cabang bersilang-silangan karena pertumbuhan cabang selalu mencari arah sinar matahari.
Sudah merupakan hukum alam, manakala terjadi terpaan angin atau pasir secara luar biasa, maka terjadi pengeringan pada sebagian pohon. Kering pada pohon adalah sebuah kerusakan, namun bisa menjadi indah kalau mampu ditampilkan secara tepat. Ini memang ada instrumennya sendiri. Bonsai gaya Kimura yang banyak menampilkan keringan misalnya, itu merupakan cerminan Unipers yang tumbuh di alam. Itu sebabnya bonsai Unipers Taiwan, cenderung memiliki batang atau cabang yang berpelintir, sebagaimana di alam aslinya di sana.
Kelapa itu Bonsai?
Dalam sesi tanya jawab, dialog berlangsung hangat. Misalnya ada pertanyaan, adakah syarat tertentu dari jenis pohon agar dapat disebut bonsai. Pohon kelapa misalnya, apa bisa dibuat bonsai. Demikian pula adenium, juga dapat dikreasi sedemikian rupa sehingga memiliki syarat bonsai, apa bisa disebut bonsai?
Menurut Robert, tidak semua tanaman (dari jenis apapun) dalam pot dapat disebut bonsai. Kalau tanaman belum dibentuk, meski ada di pot, maka belum bisa disebut bonsai. Karena yang disebut bonsai itu bukan menjiplak bentuk pohon di alam apa adanya, tetapi ada campurtangan manusia untuk menjadikan indah.
Kelapa, tak dapat disebut bonsai, karena ada peraturan tak tertulis, bahwa bonsai harus berbatang keras, memiliki struktur cabang dan ranting, serta mampu menampilkan kesan tua. Sedangkan adenium, itu jenis sukulen, bukan termasuk bonsai. Meski secara proporsional dapat juga memiliki bentuk seperti bonsai.
Kalau ada bonsai keringan kemudian diukir menyerupai bentuk naga misalnya, apakah hal itu masih dibolehkan? “Itu bukan bonsai, tapi handycraft biasa,” jelas Robert. Karena bonsai tidak boleh menunjukkan bekas-bekas campurtangan manusia yang tidak ada di alam.
Sulistyanto Soejoso berpendapat, pesan saja tidak cukup, tapi kesan. Bonsai keringan, mustahil daunnya rimbun. Karena itu bonsai Indonesia akan digemari orang-orang gurun pasir, yang menyukai kerimbunan. Secara naluriah, mereka menyukai hal-hal yang menyejukkan. Misalnya, seragam sepakbola negara-negara Timur Tengah cenderung mengandung warna hijau.
Karena itu, kata Sulis, dengan menentukan gaya bonsai, bisa jadi akan menjadi potensi untuk menciptakan gaya bonsai khas Indonesia. Misalnya, tradisi karapan sapi, bisa ditiru menjadi gaya bonsai yang kemudian diberi judul Karapan Sapi.
Berkaitan dengan keindahan, Wahjudi D. Soetomo menyampaikan pendapatnya. Bahwa keindahan itu ada dua hal. Yaitu keindahan subyektif dan keindahan obyektif. Disebut subyektif karena memang tidak bisa dikomunikasikan dengan banyak orang. Tidak bisa didiskusikan. Sedangkan keindahan obyektif itu pijakannya jelas, yaitu ilmu pengetahuan yang bersifat universal. Keindahan obyektif dapat dipelajari setiap orang dan dapat dikomunikasikan. Bukankah sejak kita di bangku sekolah sudah dikenalkan apa itu keindahan?
Robert tak menolak pandangan tersebut. Hanya saja, dia hanya mencoba menyampaikan analogi yang gampang dicerna untuk memahami bagaimana seni bonsai. Diperlukan semacam tips dasar yang logis sehingga mudah dipahami. Misalnya saja, bagaimana mendesain bahan untuk dapat dibuat menjadi bonsai? Sebut saja Wahong, memiliki bentuk yang dramatis, sehingga seringkali kita bingung sendiri mau dijadikan apa.
Wahong laut memang termasuk jenis pohon yang sulit didesain. Untuk itu, kata Robert, ketika kita mendapatkan bahan dari alam, perlu diasumsikan bahwa dulunya seperti pohon besar yang sempurna. Kemudian karena banyak hal, misalnya ditebang, dipotong, mengalami gangguan alam dan sebagainya, sehingga menjadi bentuk sebagaimana yang diambil sebagai bakalan. Artinya, ada proses transformasi untuk menjadikan sebuah bonsai.
Bagian Depannya Mana?
Salah satu kelemahan yang sering terjadi, banyak yang salah paham dengan yang dimaksud ”depan” dari bonsai. Kita selalu menganggap ”depan” menurut pengertian kita. Akibatnya, kita kurang memperhatikan sudut pandang tertentu yang diinginkan.
Misalnya, yang disebut gaya itu apa? Gaya adalah pose atau gerakan sebuah pohon. Sesungguhnya membuat gaya bonsai itu tidak sulit. Waktu membuat suatu gaya harus memperhitungkan secara keseluruhan membentuk suatu nuansa apa tidak? Membuat gerakan pohon ibarat membuat pose tubuh kita sendiri. Ada suatu titik gaya berat sehingga secara keseluruhan gampang dilihat. Asal balance, itu saja sudah bagus.
Bahwa yang dimaksud ”depan” dalam bonsai itu bukan ”depan” sebagaimana pengertian kita. Tetapi suatu sudut pandang tertentu yang kita tentukan sehingga bonsai itu mampu menyampaikan sesuatu.
Misalnya foto-foto majalah Playboy, tidak pernah ada foto yang tampil frontal menunjukkan bagian depan tubuhnya. Pasti ada sesuatu gaya yang dibuat sedemikian rupa sehingga tercipta bagian ”depan” ketika kita memandangnya sebagai pose yang indah. Tidak harus terekspose semua bagian secara anatomi. Jadi, carilah bagian bonsai yang mana dari bonsai yang kita punya sehingga menjadi nampak indah.
Soal kelapa dan adenium, Sulis punya pendapat sendiri, bahwa itu bisa bisa saja disebut. Bonsai. Hanya saja dalam kontes tak bisa dikelompokkan dalam kelas tertentu. ”Janganlah bonsai itu dibuat terlalu eksklusif, nanti orang takut. Tapi juga jangan terlalu rendah. Itu soal kesepakatan,” tegasnya
Dalam pemahaman sederhana, kata Sulis, yang disebut bonsai itu adalah miniatur pohon di alam, kemudian ditambahi pot sehingga menjadi bonsai. Dalam pengertian awam, pot sering hanya dipahami secara konvensional. Padahal dalam alam ada beringin bisa hidup nempel di tembok. Maka dalam hal ini dinding itu adalah pot. Bonsai sebagai karya seni memungkinkan imajinasi tak terbatas.
Pengertian pot jangan distandarkan. Ada pohon yang dapat hidup dengan media sangat minim dengan pot seadanya. Bahkan tanpa media tanah. Perkara menang atau tidak dalam kontes, itu soal lain. Yang penting keberania eksperimen dan mengembangkan imajinasi.
”Ya, betul Pak Sulis, karena itu saya tidak pernah pakai istilah pot, tapi wadah,” tutup Robert. –henri nurcahyoKamis malam, 11 September 2003, pasti menjadi salah satu episode yang tak terlupakan dalam sejarah hidup Suyatno. Di tengah hajatan Konser 40 Tahun Intisari di Ballroom Hotel Grand Melia, Jakarta, pria berkumis sedang itu tiba-tiba bersujud syukur mencium karpet saat namanya disebut dewan juri sebagai pemenang.
Tepuk tangan penonton pun bergemuruh, sebagian ada yang menitikkan air mata. "Terima kasih, Mas. Terima kasih Intisari," ucap jebolan SMT Pertanian Sragen, Jawa Tengah itu kepada penulis, dengan suara pelan, tak lama setelah "turun panggung". Tangan lelaki kelahiran 1966 itu bergetar, suaranya pun jadi agak parau, tak kuasa menahan haru. Malam itu, buah karya Suyatno, "Pemanfaatan Sarmut (Sari Semut) dalam Pembuatan Bonsai Kelapa dan Kelapa Cabang" terpilih sebagai Pemenang Utama Intisari Award 2003 Kategori Umum, sehingga berhak meraih trofi dan hadiah uang Rp 10 juta.
Suyatno tampaknya benar-benar terkejut dan sama sekali tak menyangka bakal terpilih sebagai yang terbaik di antara para pesaingnya. Meski di sesi presentasi finalis, ketenangan dan kecakapannya menjelaskan seluk beluk pembuatan bonsai kelapa terlihat cukup memukau dewan juri. Pilihan kata-katanya yang sederhana, lugu, tapi bersemangat kerap menghangatkan suasana. "Penelitiannya benar-benar orisinil, murah, dan memiliki potensi ekonomi cukup tinggi," koor juri senada.
Apalagi alat-alat yang digunakan untuk menghasilkan bonsai kelapa atau kelapa bercabang terbilang sederhana. Perkakas yang dibutuhkan cuma gergaji atau golok untuk memangkas ujung kelapa, pisau kecil untuk memotong dan menyisir daun, sabit untuk memotong batang atau daun, kaleng bekas (cat atau oli) serta ember bekas. Kelapa-nya sendiri bisa dipakai kelapa gading, kelapa genjah hijau, kelapa coklat, atau kelapa merah. Sedangkan pupuknya bisa memanfaatkan kotoran binatang, semisal kotoran kambing, kerbau atau sapi, kelinci atau burung.
Cairkan semut
"Awalnya, karena saya sering digigit semut, Pak," jelasnya jenaka saat presentasi, yang kontan disambut tawa peserta presentasi. "Ini memang penemuan aneh, tapi langka," imbuhnya tak kalah lucu. Meski suka ceplas-ceplos, ketika menjelaskan teknik membuat bonsai kelapa dan kelapa bercabang, Suyatno bisa berubah menjadi sangat serius.
Membuat bonsai kelapa "biasa", dimulai dengan memapras ujung kelapa pakai gergaji atau sabit. Lalu dibiarkan sekitar sebulan, sembari disiram dua kali sehari. Setelah tunas kelapa kelihatan, masukkan kelapa dalam kaleng yang bagian bawahnya telah diisi batu kerikil, pasir, tanah berhumus, dan tanah biasa. Selama tiga bulan, kelapa dirawat dan dibentuk dengan proses pemotongan atau pemangkasan. Pada usia enam bulan, umumnya bonsai sudah "terbentuk". "Sebaiknya, tunggu sampai delapan bulan sebelum memindahkannya ke tempat permanen," saran Suyatno.
Namun, yang paling menarik tentu saja keberhasilan pria yang tahun 1996/1997 pernah mengikuti "Pendidikan Petani Ikan, Petani Tambak dan Nelayan" ini membuat bonsai kelapa bercabang. Persiapan awalnya mulai pemaprasan awal hingga penempatan kelapa di dalam kaleng, sama persis seperti membuat bonsai biasa. Bedanya, setelah masuk kaleng, tunas kelapa disiram pakai sari zat semut (SZN). Tiga hari sekali, selama lebih kurang sebulan, calon bonsai diberi SZN hingga merata.
SZN dianggap meresap jika terjadi perubahan dalam pertumbuhan bonsai kelapa. "Pertumbuhannya jadi jelek, tidak teratur atau tidak sewajarnya," ulas Suyatno. Biasanya, semua tunas akan terbungkus rapat oleh serabut. "Biarkan selama sekitar satu bulan," sambung pria yang mengaku sangat menikmati kunjungannya ke Jakarta, sebagai finalis Intisari Award 2003 itu. Kemudian tunas kelapa mulai dibersihkan pakai pisau kecil atau cutter. Sampai di sini, kalau prosesnya berjalan lancar dan dengan prosedur benar, biasanya tunas-tunas cabang akan mulai kelihatan.
"Tunas-tunas kecil itu harus dirawat dengan hati-hati, karena mudah patah," nasihat Suyatno. Setelah rapi, silakan dipindah ke lokasi penam-pungan permanen. Tapi, berdasarkan pengalaman Suyatno, yang kini punya beberapa bonsai kelapa cabang, jangan berharap sekali mencoba bisa langsung jadi. "Saya saja butuh beberapa kali percobaan, baru ketemu yang seperti ini," ujarnya jujur. Makanya, tak henti-hentinya peserta Lomba Karya Ilmiah Remaja 1984 dengan karya "Tempe dari Limbah Karet" itu mengucap syukur.
Omong-omong, bagaimana cara memperoleh sari zat semut? Ternyata tak begitu susah. Syaratnya, tempat tinggal Anda punya banyak sarang semut. "Sampai saat ini, saya lebih banyak menggunakan semut hitam," katanya menjawab pertanyaan dewan juri. Kalau semut jarang terlihat, bukan berarti tidak ada sama sekali. "Makanya harus dipancing," imbuhnya. Suyatno percaya betul pada pepatah populer, ada gula ada semut. Makanya, dia memancing semut yang ngumpet memakai umpan gula. Tentu saja di tempat-tempat yang dicurigai sebagai sarang semut. Setelah itu, semut-semut yang "tertangkap" diubah dengan berbagai cara menjadi cairan. "Supaya mudah disiramkan ke bonsai," jelasnya.
Berdasarkan hitung-hitungan Suyatno, ongkos untuk membuat bonsai kelapa "lumayan murah", karena banyak memanfaatkan barang bekas. Apalagi jika penyemaian dilakukan sekaligus, misalnya 400 - 500 kelapa. Dari jumlah itu, lagi-lagi berdasarkan pengalamannya, paling tidak ada sekitar 50-an bonsai yang "hidupnya berlanjut". Nah, biaya perawatan dan pembentukan 50-an bonsai kelapa itu selama setahun, ter-nyata hanya sekitar Rp 1,3 jutaan.
Kalau ke-50 bonsai itu hidup dengan selamat hingga akhir, tinggal hitung berapa keuntungan yang akan diperoleh. Sebab, harga rata-rata per bonsai bisa mencapai ratusan ribu rupiah. Bagaimana dengan bonsai kelapa bercabang? Saat ditanya berapa harganya, Suyatno yang kini punya dua buah bonsai sejenis cuma geleng-geleng kepala. "Enggak mau saya bilang, Mas. Enggak. Ini akan saya jadikan bekal ke istana," katanya, kali ini terlihat sangat serius. Sebuah harapan sederhana, dari seorang penemu yang dalam banyak hal juga sangat sederhana.
Semoga terkabul dan jangan lupa, dipatenkan ya.
Icul
Sumber : intisari-online.com